Kegagalan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Terkait Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Aceh Barat – Ketua Wahana Generasi Aceh (Wangsa), Jhony Howord, meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindung Anak (DP3A) tidak tutup mata terkait kasus kekerasan anak di Aceh Barat. Dia mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap dua kasus kekerasan terhadap anak di Aceh Barat yang melibatkan individu dengan posisi kekuasaan.

 

“Kasus ini mencerminkan kegagalan serius dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, terutama DP2A dalam melindungi hak anak dan menegakkan hukum, seharusnya sudah ada upaya dari dinas sehingga tidak diam dan menimbulkan tanda tanya seperti ini” tegas Jhony (03/10/24).

 

Dia mengatakan, Kekerasan terhadap anak merupakan pelanggaran hak asasi yang dilarang oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa negara, pemerintah, dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan. Dalam hal ini, DP3A sebagai instansi yang bertanggung jawab langsung terhadap perlindungan anak, harus bertindak proaktif dan responsif terhadap kasus-kasus yang muncul.

 

“Predikat Pratama yang diterima Kabupaten Aceh Barat sebagai kabupaten layak anak seharusnya menjadi indikator bahwa pemerintah daerah berkomitmen untuk melindungi hak anak. Namun, munculnya kasus kekerasan yang melibatkan tokoh masyarakat justru menunjukkan adanya celah dalam penegakan komitmen itu” ujarnya.

 

Jhony menambahkan, DP3A diharapkan tidak hanya memberikan label, tetapi juga berperan aktif dalam penanganan kasus kekerasan. Ketiadaan respons yang tegas dan transparan dalam kasus ini memperlihatkan kegagalan institusi dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

 

Jhony Howord menekankan pentingnya DP3A melakukan investigasi yang menyeluruh dan memberikan dukungan psikologis serta hukum bagi korban. Hal ini sejalan dengan amanat hukum yang menuntut perlindungan maksimal bagi anak yang menjadi korban kekerasan. Negara harus memastikan bahwa korban tidak hanya merasa aman tetapi juga memiliki akses terhadap layanan rehabilitasi yang memadai.

 

“DP3A juga harus melakukan kampanye penyadaran terhadap publik, karena ini sudah urgensi, apalagi diduga pelaku adalah tokoh masyarakat, jika memang dinas tidak mampu maka Wangsa yang akan melakukan kampanye di DP3A” Tegas Jhony Howord.

 

Di sisi lain, Jhony juga meminta aparat hukum juga memiliki tanggung jawab besar untuk bertindak tegas terhadap pelaku tanpa pandang bulu. Kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa hukum tidak mengenal kekebalan, terutama bagi mereka yang memiliki posisi kekuasaan.