Nyawa Melayang Akibat Truk Batubara : Pembangkangan Sistematis PT. AJB

Tragedi pada 11 Januari 2025 yang merenggut nyawa Bismi, warga Desa Langung, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, menjadi bukti nyata pembangkangan terhadap regulasi yang dibiarkan berlarut-larut. Truk pengangkut batubara milik PT. Agrabudi Jasa Bersama (AJB) menjadi alat merengut nyawa warga akibat pengabaian sistemik terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mestinya menjadi pelindung keselamatan masyarakat.

 

Enam hari dalam koma sebelum akhirnya Bismi berpulang adalah peringatan pahit bahwa nyawa rakyat terus menjadi tumbal ambisi investasi. Perusahaan seperti PT. AJB terus melanggar aturan dengan santainya, maka ini bukan sekadar persoalan operasional, tapi pembangkangan sistematis.

 

Sopir Dijadikan Kambing Hitam, Konflik Horizontal Jadi Alat Distraksi

 

Setelah tragedi ini, narasi yang muncul seolah-olah sopir menjadi satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab. Ini adalah manipulasi murahan. Sopir hanyalah ujung tombak sistem kerja yang dikendalikan oleh perusahaan. Menyudutkan sopir tidak hanya menciptakan konflik horizontal, tetapi juga menutupi kegagalan besar perusahaan dalam memastikan operasionalnya berjalan sesuai SOP.

 

Anggota dewan yang hanya bisa menuntut penghentian sementara aktivitas perusahaan tanpa menyentuh inti masalah, yakni ketidakpatuhan sistemik PT. AJB, menunjukkan betapa lemahnya kepemimpinan dan analisis mereka. Jika akar masalahnya adalah pelanggaran berulang, maka penghentian sementara hanyalah langkah setengah hati yang menciptakan ruang bagi pelanggaran berikutnya.

 

Pelanggaran atau Regulasi yang Lemah?

 

Pernyataan beberapa anggota dewan untuk mengevaluasi regulasi menjadi bukti lain dari kegagalan berpikir. Masalah ini bukan sebatas karena regulasi yang lemah, melainkan pelanggaran yang terus dibiarkan. Jika regulasi dianggap lemah, maka DPRK Aceh Barat harus bertanggung jawab karena mereka adalah pihak yang meloloskan kebijakan tersebut.

 

Namun, jika masalahnya adalah pelanggaran berulang, maka fokusnya penerapan hukum berat pada PT. AJB. Pelanggaran yang tidak direspons dengan tindakan tegas sama saja dengan menormalisasi kejahatan.

 

Narasi Investasi: Tameng Pelanggaran

 

Setiap kali tragedi semacam ini terjadi, narasi klise soal investasi dan dampaknya pada ekonomi lokal kemungkinan akan di angkat. Akan ada pihak pembela perusahaan dengan alasan bahwa sikap tegas terhadap pelanggaran akan mengancam lapangan kerja dan pendapatan daerah. Ini adalah pembodohan publik yang terus diulang.

 

Narasi ini hanya bertujuan melindungi kepentingan perusahaan, bukan rakyat. Faktanya, perusahaan seperti PT. AJB tidak hanya merampas kekayaan alam, tetapi juga menimbulkan ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat. Lapangan kerja dan pendapatan daerah tidak bisa menjadi alasan pembenaran untuk mengabaikan nyawa manusia.

 

Ancaman Jalanan Batubara (AJB)

 

PT. AJB tidak hanya dihadapkan pada persoalan operasional, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial terhadap masyarakat sekitar. Ketika pelanggaran terjadi secara berulang, itu bukan lagi kebetulan, melainkan hasil dari pembangkangan yang terstruktur. Dan pembangkangan ini membawa korban, nyawa warga Aceh Barat yang tidak seharusnya menjadi tumbal ambisi keuntungan perusahaan.

 

Truk pengangkut batubara yang beroperasi di luar jam yang ditentukan, pengabaian SOP, hingga lemahnya pengawasan internal adalah bukti bahwa perusahaan ini tidak memiliki sistem yang layak untuk memastikan operasionalnya berjalan sesuai aturan. Bukan hanya sekadar keteledoran, ini adalah bentuk kesengajaan yang diulang karena mereka tahu, tidak ada konsekuensi berarti.

 

Perusahaan seperti ini tidak bisa terus diberi ruang untuk bermain-main dengan keselamatan masyarakat. Tidak ada lagi waktu untuk basa-basi, Cabut Izin PT. AJB atau Evaluasi Menyeluruh Struktur Internal PT. AJB.

 

Ketika sebuah perusahaan sudah berkali-kali melanggar aturan dan membahayakan nyawa warga, pencabutan izin adalah langkah yang masuk akal. Tidak ada investasi yang cukup berharga jika harus dibayar dengan nyawa manusia.

 

Jika izin mereka masih dianggap perlu dipertahankan, maka perusahaan ini harus dievaluasi menyeluruh. Jika setelah evaluasi mereka tetap melanggar aturan, maka pencabutan izin menjadi satu-satunya opsi.