Bersih-Bersih Kemenag yang Tak Sampai ke Daerah: Kartu Merah Kemenag Aceh Barat

Aceh BaratWahana Generasi Aceh (WANGSA) mendesak evaluasi terhadap Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Aceh Barat karena dinilai melakukan pembiaran terhadap  dugaan praktik pemerasan, pungutan liar (pungli), dan manipulasi di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 3 Aceh Barat. Sejak temuan ini diangkat pada 16 Desember 2024, Kemenag Aceh Barat dinilai gagal memberikan respons yang memadai. Hingga Mei 2025, belum terlihat satu pun langkah konkret yang diambil untuk menindaklanjuti dugaan tersebut (02/05/2025).

 

Jhony Howord ketua Wangsa menilai komitmen yang pernah disampaikan oleh Kepala Kemenag dalam audiensi untuk menyelesaikan kasus ini hanyalah retorika belaka. Bahkan, komunikasi lanjutan melalui pesan WhatsApp pada 29 April 2025 tidak direspons sama sekali, memperkuat dugaan adanya kelalaian struktural dan pengabaian.

 

Atas dasar itu, WANGSA mendesak Kanwil Kemenag Provinsi Aceh untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil tindakan tegas terhadap Kepala Kemenag Aceh Barat. Selain itu, WANGSA juga meminta Inspektorat Jenderal Kemenag RI melakukan audit khusus atas kinerja dan respons kelembagaan Kemenag Aceh Barat dalam menangani dugaan pelanggaran yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan.

 

“Ini bukan hanya soal lambatnya birokrasi. Ini adalah bentuk maladministrasi akut dan pelanggaran etika jabatan,” ujar Jhony Howord. “Kepala Kemenag tidak hanya mengingkari komitmen, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan merusak citra lembaga negara.”

 

Selain itu, merujuk pada PP No. 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik PNS, PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, dan PMA No. 26 Tahun 2019 tentang Kode Etik Pegawai Kemenag, yang telah dilanggar secara terang-terangan oleh Kepala Kemenag Aceh Barat.

 

“Ketika seorang pejabat publik tidak lagi mampu menunjukkan tanggung jawab, integritas, dan kepemimpinan yang adil, maka kepercayaan publik pun hancur. Ini bukan hanya soal etika, tapi soal moral dasar dalam pelayanan publik,” tegas Jhony.

 

Korban Tak Terlindungi, Reputasi Institusi Terluka

 

Korban dalam kasus ini, seorang guru di MIN 3 Aceh Barat, disebut telah dipanggil oleh DPRK Aceh Barat. Namun, upaya tersebut juga terhenti tanpa hasil. Hak-hak korban, seperti gaji yang dipotong, dan pemulihan nama baik, tidak dipenuhi. WANGSA menyebut hal ini sebagai bentuk nyata pengabaian terhadap perlindungan ASN.

 

“Yang dirugikan bukan hanya korban, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap Kemenag. Jika lembaga ini tak bisa menjamin keadilan dalam kasus seperti ini, maka bagaimana mungkin ia mampu menjaga moralitas pendidikan dan keagamaan?” ujar nya.

 

Paradoks Komitmen Bersih-Bersih Kemenag RI: Kepala Kemenag Aceh Barat Menginjak Harga Diri Menteri

 

Tindakan Kepala Kemenag Aceh Barat juga dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap komitmen Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, yang secara terbuka menyatakan tekad untuk memberantas praktik korupsi di lingkungan Kemenag. Dalam puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) 2024, Menag menegaskan bahwa kementerian yang dipimpinnya “harus bersih dan siap diawasi,” khususnya di bidang pendidikan dan haji yang menyerap anggaran besar.

 

Namun, apa yang terjadi di Aceh Barat justru mencerminkan paradoks: ketika pusat mendorong transparansi dan integritas, pejabat di daerah justru bertindak sebaliknya. Alih-alih merepresentasikan semangat bersih-bersih ala Menag, Kepala Kemenag Aceh Barat justru melanggengkan pembiaran, mematikan harapan masyarakat, dan mencoreng muruah institusi. Dengan sikap tersebut, Kepala Kemenag Aceh Barat tak hanya menipu publik, tetapi juga secara tidak langsung menginjak harga diri Menteri Agama.

 

“Dugaan yang kita angkat itu 7 Hari setelah komitmen Menteri Agama, Jadi bagaimana mungkin masyarakat percaya pada gerakan antikorupsi Kemenag jika di tingkat daerah, justru dugaan yang ada diabaikan dan didiamkan? Ini bukan hanya soal kelalaian, tapi pembangkangan terhadap semangat reformasi birokrasi yang digaungkan pusat,” Tambahnya.

Perwakilan Wangsa mengirimkan surat ke Kanwil Kemenag Aceh

Desakan Evaluasi dan Sanksi Tegas

 

Mengacu pada PP No. 94 Tahun 2021, Pasal 6 Ayat (4), WANGSA menilai bahwa Kepala Kemenag Aceh Barat layak dikenai hukuman disiplin berat, yang mencakup:

 

• Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan,
• Pembebasan dari jabatan menjadi pelaksana selama 12 bulan, atau
• Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

 

“Sudah saatnya pejabat publik yang lalai dan abai diberi sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Tidak cukup hanya dengan teguran atau pembelaan birokratis. Kami menuntut keadilan dan reformasi serius dalam tubuh Kemenag,” tutup Jhony Howord.

 

Jhony juga menegaskan bahwa pengawalan terhadap kasus ini tidak akan berhenti pada pernyataan semata. WANGSA telah menyampaikan surat resmi kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh untuk meminta evaluasi menyeluruh terhadap Kepala Kemenag Aceh Barat. Selain itu, permohonan audit khusus juga telah dikirimkan melalui email resmi ke Inspektorat Jenderal Kemenag RI. Seluruh langkah ini ditempuh secara terbuka, konstitusional, dan akan terus dikawal hingga kejelasan serta akuntabilitas benar-benar ditegakkan oleh pihak-pihak terkait.