Ketika Suara Rakyat Menjadi Sinyal: Kemenangan Advokasi WANGSA untuk Sekolah Terpencil Aceh Barat

Gambar ilustrasi

Meulaboh – Yayasan Wahana Generasi Aceh (WANGSA) dengan bangga mengumumkan bahwa perjuangan panjang menghadirkan akses internet untuk sekolah-sekolah terpencil di Aceh Barat telah membuahkan hasil. Pada Juli 2025, layanan satelit berbasis Starlink resmi dipasang di 14 Sekolah Dasar (SD) dan 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sebelumnya mengalami keterisolasian digital selama bertahun-tahun.

Langkah ini bukan semata-mata program pemerintah. Ia adalah hasil dari satu napas panjang perjuangan sipil—napas yang dijaga, didorong, dan disuarakan oleh WANGSA selama lebih dari satu tahun.

Pendidikan yang Terputus karena Sinyal yang Terputus

Selama bertahun-tahun, sekolah-sekolah di kawasan seperti Pante Ceureumen, Woyla Barat, Sungai Mas, Kaway XVI, Woyla Timur, dan Panton Reu hidup dalam keterbatasan infrastruktur digital. Ujian online menjadi mimpi buruk. Guru tak bisa mengakses pelaporan. Buku digital hanya jadi cerita.

Ketika pandemi mendorong digitalisasi, ketimpangan digital justru semakin dalam. Pendidikan modern hanya menjadi milik anak-anak di kota. Bagi WANGSA, ini adalah bentuk ketidakadilan struktural yang tidak bisa dibiarkan.

Awal Perjuangan: Dari Jalanan ke Gedung Dewan

Perjuangan ini dimulai secara terbuka pada 27 Mei 2024, saat WANGSA menggelar demonstrasi di depan DPRK Aceh Barat, membawa tuntutan tegas: Pemerintah harus serius menghadirkan internet di sekolah terpencil.

Respon muncul dua hari kemudian: Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar dan menghasilkan dua keputusan: Menjamin jaringan stabil saat ujian online, dan Diskominsa Aceh Barat wajib lakukan audiensi dengan Kementerian Kominfo dalam satu bulan.

Namun janji hanya tinggal janji.

Kritik sebagai Tekanan: Media Jadi Medan Baru

Hingga Juli 2024, tak ada perkembangan. WANGSA kembali bersuara—kali ini lewat media. Tulisan tajam berjudul “Dongeng Diskominsa Aceh Barat: Paradoks Smart City” menjadi kritik terbuka terhadap sikap pasif birokrasi.

Pesan kami jelas: “Diskominsa wajib jemput bola, bukan menunggu bola.”

Tekanan itu memaksa Diskominsa bertemu Wakil Menteri Kominfo. Tapi lagi-lagi, hasilnya lemah. Data jaringan diminta ulang, membuktikan bahwa peta masalah belum disiapkan sejak awal.

Konsistensi Tanpa Lelah: Mengawal di Tengah Pergantian Pemimpin

Pergantian dari Pj. Mahdi Efendi, ke Azwardi, lalu ke Tarmizi dan Said Fadheil tak menghentikan kami. Pada 29 Mei 2025, tepat 100 hari kepemimpinan mereka, WANGSA kembali mengingatkan:

“Akses internet bukan proyek tambahan, tapi kebutuhan pendidikan yang mendesak.”

Titik Balik: Starlink Diresmikan

Pada 23 Juli 2025, publik mendengar kabar yang sudah lama dinanti: Starlink hadir di Aceh Barat. Teknologi satelit yang kuat ini kini mengalirkan sinyal ke sekolah-sekolah yang dulunya sunyi dari koneksi.

Menurut Kepala Diskominsa, Erdian Mourny, perangkat ini tidak hanya digunakan untuk sekolah, tapi juga dibuka untuk akses publik—sebagai bagian dari pemerataan digital.

Sikap WANGSA: Mengapresiasi, Tapi Tidak Lengah

Kami menyampaikan terima kasih kepada, Pemkab Aceh Barat, Media lokal, dan Masyarakat Aceh Barat, atas solidaritas yang tidak pernah padam.

Namun perjuangan belum selesai. Keadilan digital bukan hanya soal perangkat, tetapi soal keberlanjutan akses, pelatihan, dan literasi.

Refleksi dan Arah Baru: Sinyal Ini Adalah Suara

Kami belajar bahwa kebijakan publik tidak pernah turun dari langit. Ia lahir dari suara rakyat yang tidak lelah bersuara. Kisah ini bukan tentang WANGSA saja. Ini tentang setiap anak yang tidak menyerah, setiap guru yang tetap mengajar walau tanpa sinyal, dan setiap warga yang percaya bahwa pendidikan adalah hak, bukan hadiah.

Di sudut-sudut sunyi Aceh Barat, Starlink kini bersinar. Tapi lebih dari itu, suara rakyat kini mengalir sebagai sinyal peradaban.