WANGSA Desak Pemkab Aceh Barat Segera Realisasikan Starlink untuk Sekolah Terpencil

Aceh Barat – Yayasan Wahana Generasi Aceh (WANGSA) mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk mempercepat realisasi pengadaan layanan internet Starlink bagi sekolah-sekolah di wilayah terpencil yang masih terisolasi dari akses digital. Desakan ini disampaikan langsung kepada Bupati Aceh Barat, H. Tarmizi, dalam forum “Kritik Konstruktif 100 Hari Pemerintahan Tarmizi – Said Fadheil”, Kamis lalu (29/5).

Ketua Umum WANGSA, Jhony Howord, mengingatkan bahwa isu akses internet di daerah pelosok bukan perkara baru. “Ini adalah tuntutan lama yang pernah kami bawa saat aksi unjuk rasa di depan DPRK Aceh Barat, Mei 2024 lalu. Bahkan, setelah aksi itu, kami juga terlibat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melahirkan rekomendasi konkret: pengadaan 15 unit perangkat Starlink untuk sekolah-sekolah tanpa akses internet,” ujar Jhony.

Menurut informasi yang diperoleh WANGSA, pengadaan ini direncanakan menggunakan dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan akan menyasar 15 sekolah di pelosok yang selama ini terputus dari jaringan informasi. Meski langkah ini patut diapresiasi, WANGSA menilai pemerintah masih terlalu lambat dalam merealisasikannya.

“Starlink bukan sekadar teknologi, tapi jembatan hak dasar anak-anak pelosok untuk terhubung dengan dunia. Kalau Pemkab serius ingin membangun Aceh Barat sebagai Smart City, ini semestinya jadi prioritas, bukan sekadar rencana,” tegas Jhony.

 

Kritik Tajam soal Hauling Batubara

 

Dalam forum yang sama, Jhony juga menyoroti aktivitas hauling batubara oleh PT Agrabudi Jasa Bersama (AJB) dan PT Indonesia Pacific Energi (IPE) yang dinilai sebagai biang kerok kerusakan jalan umum. Ia menyebut, hingga kini belum ada langkah tegas dari pemerintah untuk menindak aktivitas tersebut.

“Kami usulkan agar aktivitas hauling sementara dihentikan sampai ada kesepakatan final tentang izin operasional dan tanggung jawab perusahaan dalam perbaikan jalan,” katanya.

Lebih jauh, WANGSA mendorong pendekatan baru yang berbasis kedaulatan daerah dalam tata kelola sumber daya. Salah satu usulan konkret yang dilayangkan adalah keterlibatan Perusahaan Daerah (Perusda) dalam pembangunan infrastruktur strategis seperti jalan khusus dan pelabuhan batu bara.

“Ya, kami paham pembangunan ini butuh biaya besar, tapi Aceh Barat punya peluang. Salah satu opsi yang bisa dijajaki adalah skema pembiayaan infrastruktur melalui Danantara,” kata Jhony.

Forum kritik konstruktif itu menjadi panggung publik yang menampakkan jurang antara visi pemerintah dan urgensi masyarakat. Dalam lanskap pemerintahan yang baru berusia 100 hari, WANGSA memberi isyarat bahwa pembangunan bukan sekadar janji, tapi kerja nyata yang terukur dan adil, terutama bagi mereka yang selama ini tinggal di pinggiran peta pembangunan.